Bagaimana memulai meditasi
Meditasi dalam Hindu merupakan salah satu langkah dalam Astangga Yoga, dalam prakteknya meditasi biasanya diawali dengan asana, dan pranayama. Ada 2 jenis meditasi, meditasi saguna dan nirguna, membayangkan dan memvisualisasikan sebuah objek hingga teresap ke dalam objek itu adalah jenis meditasi saguna. Dalam buku “ The Sivananda Book of Meditation”, dijelaskan ada 8 langkah awal yang perlu disiapkan untuk meditasi :
- Tempat : menyiapkan tempat sehingga memberikan vibrasi yang mendukung, sebaiknya ada ruangan khusus dan jika perlu ruangan dapat ditata dengan menempatkan bunga, dan poster yang memberikan pemikiran spiritual. Bermeditasilah dengan menghadap timur atau utara agar mendapatkan vibrasi yang menguntungkan dari alam.
- Waktu : sediakanlah waktu yang cukup untuk meditasi, dan pilih waktu yang terbaik, biasanya waktu terbaik adalah brahmamuhurta (03.00-06.00) pagi.
- Kebiasaan : adalah penting untuk menjaga konsistensi dalam praktek meditasi, yaitu meditasi pada waktu yang sama setiap harinya. Pikiran bawah sadar butuh pola teratur untuk bisa mencapai fokus dengan mudah.
- Posisi duduk : ambil posisi duduk yang nyaman dengan kondisi tulang belakang dan leher segaris agar aliran energi dapat mengalir bebas.
- Napas : pada permulaan meditasi aturlah napas agar memiliki ritme kemudian pelankan napas. Ini merupakan permulaan, ketika telah berada dalam tahapan meditasi hal ini terjadi secara otomatis.
- Memilih titik konsentrasi : pilihlah titik konsentrasi dimana pikiran dapat berdiam. Cakra Hati dan Cakra Kening adalah titik yang baik untuk permulaan.
- Memilih objek konsentrasi : selain meletakkan pikiran pada suatu lokasi di tubuh, kita juga perlu untuk memilih objek untuk menempatkan energi mental kita. Objek meditasi inilah yang beragam, sesuai dengan teknik meditasi dan tujuan yang ingin dicapai. Meditasi OM merupakan awalan yang baik, selain karena kesederhanaan tekniknya, meditasi OM memberikan dampak yang cepat bisa dirasakan (penulis menyarankan agar memulai dengan bantuan audio suara OM, bisa didownload di www.4shared.com). Meditasi OM bisa dimulai dengan menempatkan titik konsentrasi pada Cakra Hati maupun Cakra Kening. Bagi mereka yang terbiasa dengan visualisasi, meditasi OM bisa dipraktekan dengan membayangkan suara OM bergetar dari Cakra Kening, kemudian seiring dengan menggema, bayangkan getarannya meluas hingga melingkupi seluruh tubuh.
Selamat Melakukan Shadana !
Batangan Kayu yang Terhanyut
Om Swastiastu,
Semua orang merayakan hari kelahirannya, ucapan syukurpun mengalir karena kita merasa mendapatkan keberuntungan dalam hidup hingga mendapat apa yang telah kita capai. Hari kelahiran pula penanda bahwa kita semakin dewasa, tubuh kita semakin berkembang begitu juga pemikiran kita. kedewasaan tentu tidak hanya diukur dengan umur, namun kematangan berpikir dan bersikap. Bagaimana menyikapi hidup dengan bijak serta mensyukuri kelahiran dan kehidupan kita.
Terkadang kita ingat kita dalam kondisi bernafsu, hasrat begitu menggebu karena terdorong untuk mencapai sesuatu, terkadang pula hidup mengalir begitu saja dengan segala rutinitasnya. Tentu adalah lebih bijak ketika kita mulai berefleksi, kemana batangan kayu ini sedang mengalir. Perumpamaan batang kayu persis seperti keberadan diri kita dalam aliran sungai kehidupan yang sedang menuju muara lautan. Batang kayu ini mengalir dan bertemu batang kayu lainnya, kadang dia tersangkut, dan kadang dia mengalir lebih cepat. Namun begitu, satu kepastian bahwa muara adalah tujuannya.
Kelahiran sebagai manusia diungkap sebagai satu hal yang sangat beruntung dalam Sarasamuscaya, kesadaran yang tergabung dengan intelek menjadikan kita mampu untuk berefleksi, menimbang baik dan buruk, karena kehidupan sebenarnya adalah jalinan keputusan-keputusan yang kita buat. Menikmati kehidupan dan mengejar arta, adalah sebagian porsi dalam hidup, namun posi lainnya adalah mempersiapkan moksa. Mempersiapkan diri menuju muara tentu lebih bijak, persis seperti kita menyiapkan uang sebelum masuk parkiran kendaraan karena itu adalah Sanatana Dharma kita.
Sebuah kota yang baik akan menyediakan banyak jalan bagi semua pelancongnya, bagitu juga dalam Hindu, kita mengenal Yoga (tentu bukan Yoga nama orang!! atau senam modern yang dibalut nama yoga ) dan bagian-bagiannya. Dalam Bhagavad Gita, diungkap banyak jalan menuju Tuhan, ada Karma Yoga, Bhakti Yoga, Hatha Yoga, Raja oga, dan Jnana Yoga. Jalan mana yang sebaiknya kita tempuh tergantung dari sifat dasar kita yang telah kita peroleh. Dalam Siva Samhita 5.10 disebutkan ada empat jenis mereka yang sedang berusaha dalam Yoga, yang sabar, yang cukupan, yang bersemangat, dan yang sangat bergairah. Bagi mereka yang sabar disarankan pada Mantra Yoga, yang cukupan pada Laya Yoga, yang bersemangat pada Hatha Yoga, dan yang sangat bergairah pada Raja Yoga. Keseluruhan proses pembelajaran ini tentu harus dari sumber terpercaya, sastra dan sadhu.
Walau begitu pengertian lain dari Yoga oleh Sri Krisna sendiri disebutkan dalam Bhagavad Gita sloka 2.48 :
Yoga-sthah kuru karmani sangam tyaktva dhananjaya
Siddhy-asiddhyoh samo bhutva samatvam yoga ucyate
Arti :
Wahai Arjuna, lakukanlah kewajibanmu dengan sikap seimbang, lepaskanlah segala ikatan terhadap sukses maupun kegagalan. Sikap seimbang seperti itu disebut Yoga.
Jadi dengan melakukan kewajiban kita sehari-haripun kita dapat melakukan Yoga yaitu dengan tetap berusaha seimbang, dan menyerahkan segala hasil kepada Narayana. Sikap menyerahkan segala hasil ini seperti yang disampaikan dalam Bhagavad Gita akan melepaskan kita dari hasil reaksi karma kita secara perlahan.
Mencari Realita Sejati dengan menyiapkan diri dalam Yoga sudah sepatutnya kita usahakan dari sekarang. Mungkin ada sebagain kalangan yang beranggapan selagi muda mengejar harta dan wanita / pria, dan ketika tua kelak baru menyiapkan Yoga. Dengan mencermati seksama pola kehidupan ini, seorang Sadhu berkata bagaimana mungkin ketika kita tua nanti, ketika lendir menyelimuti tenggoroka, ketika tubuh fisik sudah begitu melemah dan ketika kewajiban sebagai anggota keluarga semakin bertambah, kita dapat menyiapkan diri dalam Yoga dan menyebut nama suci Tuhan dengan benar. Semoga kita tidak menjadi seperti batangan kayu yang terhanyut.
Om Santih, Santih, Santih, Om
Oleh : rhadeya9
Filsafat Ketuhanan dalam Hindu
Konsepsi Ketuhanan merupakan ide sentral dari setiap aliran keyakinan, oleh karena itu sangat penting bagi setiap pemeluk keyakinan untuk dapat memahami secara luas dan mendalam paham Ketuhanan yang dianutnya. Berbicara mengenai konsep Ketuhanan berarti telah memasuki ranah filsafat, yaitu penelahan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukumnya yang dapat membentuk gagasan, dan sikap batin seseorang.
Dalam Hindu aliran filsafat terbagai secara garis besar menjadi 2 yaitu, yang mengakui wahyu Veda dan yang tidak mengakui wahyu Weda. Namun dalam konteks Hindu di nusantara, terdapat perbedaan yaitu dikarenakan oleh pengaruh dari ahli suci dan pemikir terdahulu seperti Mpu Kuturan dan Danghyang Nirartha. Dalam perkembangannya terakhir konsepsi Hindu di nusantara memusatkan pemujaan kepada Tri Murti sebagai aspek Tuhan dalam mencipta, memelihara, dan melebur, dan Brahman sebagai aspek Tuhan yang Maha Ada.
Konsepsi Ketuhanan dalam Hindu sesungguhnya berbeda dari anggapan sebagian besar kalangan, baik dari internal umat maupun dari umat beragama lain. Dalam “ Tuhan Upanishad” oleh Ngakan Putu Putra, disebutkan bahwa konsepsi Ketuhanan dalam Hindu dapat didefinisikan lebih dekat dalam konteks pantheisme dan/atau panentheisme daripada monotheisme, walaupun sesungguhnya definisi dari pantheisme sendiri membatasi pemahaman konsep Ketuhanan dalam Hindu itu sendiri. Monotheisme berasal dari akar kata Yunani, mono yang berarti hanya, dan theo yang berarti Tuhan, yaitu keyakinan atau teori filsafat tentang adanya seorang Tuhan yang sangat ketat menjaga jarak dengan ciptaannya. Pantheisme berasal dari kata pan yang berarti semuanya, dan theo yang berarti Tuhan, yaitu keyakinan atau teori filsafat bahwa Tuhan dan alam identik ; doktrin bahwa Tuhan adalah segalanya, dan segalanya adalah Tuhan.
Konteks Ketuhanan dalam Hindu secara kental dijelaskan oleh teks-teks Upanishad yang merupakan pemahaman terakhir dari teks-teks sebelumnya, oleh karena itu disebut juga Vedanta. Ketuhanan dalam Upanishad dijelaskan dengan definisi Brahman, yaitu Tuhan yang bersifat imanen dan sekaligus transenden, yang berarti Tuhan yang Maha Ada dalam setiap ciptaan-Nya, dan Tuhan yang berada di luar ciptaan-Nya. Adanya paradoks ini dijelaskan oleh suatu kenyataan bahwa indra-indra fisik kita memilki keterbatasan, dan oleh karena itu juga pemahaman kita dibatasi (paradoks Tuhan juga banyak ditemukan dalam sifat-sifat Tuhan seperti, Tuhan Maha Adil dan Tuhan Maha Pengampun).
Contoh kutipan sloka Veda yang menyatakan Tuhan bersifat imanen adalah seperti Aham Brahmasmi (Aku adalah Tuhan). Selain dalam Upanisad, konsep Tuhan Imanen juga dapat ditemukan dalam teks Bhagavad Gita (yang merupakan teks Hindu paling populer) seperti berikut.
Bg. Gita 10.20
“O Arjuna, Aku adalah Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam hati semua mahluk hidup. Aku adalah awal, pertengahan, dan akhir semua mahluk.”
Konsepsi Ketuhanan pantheisme memberikan dampak positif berupa penghargaan yang tinggi kepada alam, adanya rasa kebersamaan yang tinggi sehingga mencipkan keharmonisan walaupun dalam perbedaan, dan menerima kehidupan secara bahagia tanpa anggapan kehidupan adalah ruang tunggu bagi kehidupan yang lebih baik di surga kelak setelah kematian. Hal ini sejalan dengan pendapat tokoh seperti Paul Harisson, Toynbee, dan Schoupenhaur. Lebih lanjut, Toynbee mengatakan justru pemujaan terhadap Tuhan anthropomorfik menyebabkan konflik dan perang. Pemujaan terhadap Tuhan monotheistik membuat para penganutnya cenderung bermusuhan karena adanya segregasi antara kelompok penganut (iman) dan nonpenganut.
Walaupun Hindu tidak secara eksplisit menyatakan diri sebagai pantheisme (karena tidak ada padanan kata dalam filsafat barat yang bersesuaian makna dengan paham Brahman), adanya elemen Tuhan yang imanen suci memberikan dampak positif berupa keharmonisan dalam keragaman perbedaan, hal ini sangat jelas karena dalam Hindu sendiri (terutama di India) terdapat 9 aliran filsafat yang memilki pandangan yang berbeda-beda, bukti historis juga menunjukkan bahwa tidak adanya cara-cara kekerasan dalam persebaran agama Hindu ke berbagai daerah.
Daftar Pustaka :
Putra, Ngakan Putu.(2008). Tuhan Upanishad : Menyelamatkan Masa Depan Manusia. Jakarta : Media Hindu
Pendit, Nyoman S. (2005). Filsafat Dharma dari India : Untuk Orang Awam. Denpasar : Pustaka Bali Post
Prabhupada, B.S.(1989). Bhagavad Gita Menurut Aslinya. Jakarta: Hanuman Sakti
Salam, Burhanuddin. (2005). Pengantar Filsafat. Jakarta : Bumi Aksara